Minggu, 15 Juni 2025

Suara yang Tak Didengar

🎬 Judul Novelet: “Suara yang Tak Didengar”
(Tentang sunyi, lagu, dan penemuan jati diri)
✍️ Penulis Cerita: Tur Wahyudin

---

Bagian A:
Matahari Tanpa Sorak

Hari itu langit Majalaya seperti biasa—biru pucat dengan awan menggumpal malas. Jana duduk sendirian di bangku kecil depan rumah, memandangi jalanan kampung yang sepi. Sudah pukul sembilan pagi, tapi udara masih menggantung dingin, seolah waktu pun enggan bergerak.

"Gak ada yang nyari gue. Gak ada yang butuh gue..." gumamnya pelan, sambil memainkan jemarinya yang dingin.

Usianya sudah 25 tahun. Tapi di dalam dirinya, ia merasa seperti anak kecil yang tak kunjung tumbuh, terperangkap dalam tubuh orang dewasa. Teman-teman seangkatan sudah banyak yang menikah, punya rumah, punya pekerjaan tetap. Sementara Jana masih bekerja serabutan, kadang jaga warung sepupu, kadang bantu angkut barang di toko kelontong. Tidak tetap. Tidak diakui.

Setiap malam, ia tidur tanpa pesan yang masuk. Setiap pagi, ia bangun tanpa ada yang bertanya, "Sudah makan?"

Bagian B:
Pertemuan Tak Disangka

Suatu sore, saat hujan gerimis mengguyur Majalaya, Jana berteduh di teras masjid kecil. Ia tidak berencana salat. Hanya ingin menunggu reda. Tapi seorang pria tua menghampirinya dengan payung robek di tangan.

"Ngapain diem di sini aja, Nak?"

Jana tertegun. Sudah lama tak ada yang memanggilnya 'Nak'.

"Nunggu hujan reda, Pak."

"Kalau cuma nunggu hujan, hidupmu juga akan gitu-gitu aja. Nunggu terus, gak gerak. Padahal hujan bisa juga jadi waktu buat melangkah."

Kata-kata itu menampar. Bukan karena kerasnya, tapi karena benarnya. Untuk pertama kalinya, Jana merasa ada yang melihat dirinya.

Bagian C:
Langkah Kecil

Malamnya, ia membuka catatan lama di ponselnya. Dulu, ia pernah suka menulis. Cerita pendek. Puisi. Bahkan sempat punya akun Facebook yang diisi kutipan karyanya sendiri. Tapi semua itu berhenti sejak ia merasa hidupnya sia-sia.

Jana mulai menulis lagi malam itu.

"Tidak semua orang harus bersinar terang di langit kota. Ada yang cukup menjadi pelita kecil di gang sunyi—dan itu sudah cukup bermakna."

Ia unggah kalimat itu. Tak ada yang menyukai, tak ada komentar. Tapi anehnya, ia merasa lebih hidup.

Bagian D:
Surat untuk Diri Sendiri

Sebulan berlalu. Ia sudah mulai rutin menulis. Kadang dibacakan di mushala kampung, kadang ditempel di papan pengumuman RT. Seorang anak kecil pernah bilang padanya, "Kak Jana yang nulis kata-kata bagus itu ya? Aku suka."

Mata Jana berkaca.

Ternyata, kehadiran seseorang bisa bermakna, bahkan jika ia sendiri merasa tidak spesial. Yang penting: ia hadir. Ia bertahan.

Di hari ulang tahunnya yang ke-26, Jana menulis surat untuk dirinya sendiri:

"Selamat ulang tahun, Jana. Terima kasih sudah tetap hidup meski rasanya hampa. Terima kasih sudah menjadi cahaya bagi orang yang mungkin kamu tak sadar sedang kamu bantu. Kamu berharga. Kamu layak dicintai."

Dan untuk pertama kalinya, ia menangis. Bukan karena sedih, tapi karena merasa dirinya ... cukup.


---

TAMAT

---


📄 Biodata Fiktif Jana Gita Wisesa

Nama lengkap: Jana Gita Wisesa
Nama panggilan: Jana
Tempat lahir: Majalaya, Kabupaten Bandung
Tanggal lahir: 01 April 2000
Umur: 25 tahun
Jenis kelamin: Laki-laki
Kewarganegaraan: Indonesia
Suku: Sunda
Agama: Islam
Pekerjaan: Pekerja serabutan, penulis puisi, penyanyi jalanan
Status: Lajang
Tinggi badan: 171 cm
Golongan darah: O
Hobi: Menyanyi sendiri di kamar, menulis puisi di notes ponsel, mendengarkan hujan
Kepribadian: Pendiam, sensitif, peka terhadap perasaan orang lain, jujur, setia kawan
Cita-cita masa kecil: Menjadi penyanyi terkenal
Motto hidup: “Suara kecil pun bisa menggema jika jiwanya tulus.”


---

📌 Latar Belakang Singkat:

Jana lahir dan besar di Majalaya, di tengah lingkungan kampung yang sederhana. Sejak kecil ia gemar bernyanyi—dari musabaqah tilawatil Qur'an hingga bernyanyi sendirian di loteng rumahnya saat hujan. Ayahnya adalah buruh pabrik, ibunya ibu rumah tangga.

Setelah lulus SMA, Jana bekerja serabutan karena keterbatasan ekonomi. Ia pernah merasa tak berarti, tak memiliki tempat, hingga suatu hari ia mulai menulis dan menyanyikan kembali puisi-puisinya. Suara dan kata menjadi tempat ia pulang.


---


Tentang Nama Jana Gita Wisesa:

Jana: Dalam bahasa Sansekerta berarti jiwa, manusia, atau kehidupan. Dalam konteks Sunda, bunyinya juga terasa akrab, halus, dan maskulin tanpa kesan berlebihan. Nama ini cocok untuk tokoh yang tenang, pemalu, tapi punya kedalaman rasa.

Gita: Berarti nyanyian, lagu, atau puisi spiritual. Sangat pas untuk tokoh yang gemar menyanyi dan punya jiwa puitis.

Wisesa: Berarti kekuatan, penguasa, atau pemilik daya. Ini memberikan nuansa harapan bahwa meskipun dia merasa kecil, sebenarnya dia punya potensi besar di dalam dirinya.

> Jadi: Jana Gita Wisesa bisa dimaknai sebagai jiwa yang bernyanyi dengan kekuatan dalam, atau kehidupan yang menemukan daya melalui lagu-lagu hati.