Judul noveltron: LARASATI
Total episode: 4
Nomor episode: 01
Judul episode: Di Bawah Langit Sawah
Bagian A: Suara Cangkul dan Harapan
Setiap pagi, sebelum matahari sepenuhnya bangun dari peraduannya, Jalu sudah menyusuri pematang sawah. Suara cangkulnya membelah tanah basah di pagi hari, menjadi simfoni harapan bagi hidup yang sederhana. Ia tinggal di sebuah desa di lereng pegunungan yang subur, tempat di mana hujan bukan hanya berkah, tapi juga pertaruhan.
Jalu bukan petani biasa. Meski tubuhnya kekar karena terbiasa bekerja keras, ia punya cara pandang yang luas tentang dunia. Ia menyukai membaca, terutama buku-buku tentang pertanian organik yang ia pinjam dari perpustakaan desa. Di usia 24 tahun, Jalu sudah menjadi andalan banyak warga untuk urusan bertani dan gotong royong.
Di rumah panggung sederhana yang ia tempati, ibunya, Mbah Sari, sering menyiapkan teh hangat sebelum Jalu berangkat ke sawah. Mereka hanya hidup berdua sejak ayahnya wafat lima tahun lalu. Hidup sederhana, tapi bahagia.
Bagian B: Gadis dari Timur
Hari itu, kepala desa memperkenalkan seorang pemuda baru yang ikut program pertanian desa. Tapi yang datang bukan pemuda—melainkan seorang gadis muda berkerudung, Sekar namanya, sarjana pertanian dari kota kecil di Jawa Timur. Ia datang sebagai bagian dari program pendampingan petani.
Jalu awalnya curiga. Banyak "orang kota" datang hanya sekadar formalitas, tak benar-benar menyatu dengan petani. Tapi Sekar berbeda. Dalam seminggu, ia sudah turun ke sawah, tak takut lumpur atau panas matahari. Ia bahkan ikut mencangkul bersama Jalu dan warga lainnya.
Hari-hari mereka perlahan dipenuhi percakapan kecil—tentang jenis pupuk, pola tanam, dan kadang-kadang tentang hidup. Sekar mendengarkan, dan Jalu belajar percaya. Di bawah langit sawah yang luas, mereka mulai saling mengenal, perlahan tapi pasti.
Bagian C: Musim yang Berubah
Kemarau datang lebih awal tahun itu. Retakan-retakan tanah di sawah mulai muncul, dan embun pagi tak lagi setia. Warga desa gelisah, termasuk Jalu. Bersama Sekar, ia mencoba solusi alternatif: sistem irigasi tetes dari bambu dan botol bekas. Tak semua berhasil, tapi cukup menyelamatkan sebagian tanaman.
Di tengah krisis itu, hubungan mereka semakin erat. Sekar sering datang ke rumah, membantu Mbah Sari memasak, dan kadang membawa oleh-oleh dari kota. Tapi gosip pun mulai terdengar. Beberapa warga mulai berbisik, mempertanyakan kedekatan mereka.
"Kalau memang suka, lamar saja sekalian, Lu," canda Pak RT suatu malam saat ronda. Jalu hanya tersenyum malu.
Bagian D: Keputusan di Ujung Musim
Satu malam, hujan turun deras setelah dua bulan kemarau. Petir menggelegar, angin menerjang. Beberapa sawah yang baru mulai pulih justru terendam. Jalu murung, duduk di teras rumah, merenungi musim yang kian tak menentu.
Sekar datang membawa payung, duduk di sampingnya. Lama mereka diam.
"Aku akan kembali bulan depan. Programku selesai," kata Sekar pelan.
Jalu menunduk. Hatinya bergemuruh.
"Aku bisa kembali, kalau ada alasan untuk kembali," lanjut Sekar.
Malam itu, di bawah suara hujan, Jalu memberanikan diri. Bukan dengan kata-kata romantis, tapi dengan kalimat paling jujur yang bisa keluar dari bibir petani:
"Jangan kembali sebagai pendamping program, Sekar. Kembalilah sebagai bagian dari hidupku."
Bagian E: Langit Baru, Sawah yang Sama
Tiga bulan kemudian, mereka menikah sederhana di balai desa. Tak ada gaun putih mewah, hanya kebaya sederhana dan senyum yang tulus. Warga ramai membantu—mereka tahu, dua orang yang saling mencintai ini telah memberikan banyak kontribusi untuk desa.
Kini, Sekar menetap di desa, mengajar anak-anak tani tentang pertanian modern sambil membantu sawah keluarga. Jalu tetap mencangkul seperti biasa, tapi kini ada dua cangkul yang berdenting setiap pagi.
Di bawah langit sawah yang sama, hidup terus berjalan. Mungkin tak selalu mudah, tapi selalu ada harapan. Karena cinta, seperti padi, butuh dirawat, diberi waktu, dan tak pernah tumbuh sendiri.
Bersambung ...
Ke Episode 02
Tidak ada komentar:
Posting Komentar